Wednesday, 06 Dec 2023
Temukan Kami di :
Opini

Nikmatul Sugiyarto : Anak Muda, Mari Suarakan Ketidakadilan Di Negara Hukum Ini

Indah Pratiwi - 31/10/2023 20:09

Beritacenter.COM - Sebelumnya saya ucapkan selamat Hari Sumpah Pemuda bagi para muda-mudi di bumi pertiwi. Semoga kita sebagai generasi muda bangsa terus peduli dengan apa yang terjadi saat ini. Terus berpikir kritis demi kemaslahatan bangsa dan negara. Karena kekuatan negara ini ada pada barisan anak mudanya, yang harus berani menyuarakan ketidakadilan kemarin, hari ini dan esok.

Sebagai anak muda, saya merasa terluka tatkala ada bro paruh baya dari PSI bernama Ade Armando dan mungkin orang-orang di sekitarnya. Mereka menyinggung agar tidak meremehkan anak muda blablabla. Untuk melanjutkan saja sudah membuat saya muak duluan.

Kenapa harus menjadi badut demi mendukung pasangan capres-cawapres? Kebebasan dalam berpikir adalah hak setiap rakyat Indonesia, dan untuk menguliti setiap perkara yang jadi polemik itu tidak ada batasnya. Tapi kenapa mereka yang katanya partai anak muda harus membatasi diri, untuk tidak mengeksplore lebih dalam tentang kelakuan calon pemimpin mereka.

Mereka mendukung Prabowo-Gibran. tapi mereka tutup mata dan telinga, saat anak muda dukungannya maju cawapres dengan menendang konstitusi. Lalu untuk menangkal keresahan politik dan kekuasaan hari ini, mereka membela Gibran dengan argument “jangan meremehkan anak muda”.

Kawanku, saudaraku, teman, dan apapun panggilan kalian, yang sekarang dipermasalahkan itu bukan anak mudanya. Tapi fenomena menabraknya konstitusi demi maju cawapres. Dan itu bisa dimuluskan karena Gibran anak dari presiden negara ini. Itu letak kemarahan yang kini meluap di publik.

Coba ingat-ingat, apa kami bersuara saat Bobby maju jadi wali kota Medan? Apa kami memberontak saat Gibran maju dalam pilwalkot Solo, di saat kandidat lain sudah disiapkan Pak Fx Rudy? Apa kami ikut melangsungkan demo di saat Kaesang mendapat privilege menjadi ketum parpolnya Grace, setelah dua hari bergabung di sana? Tidak.

Bahkan jika aturan cawapres itu sudah ditentukan sejak dulu, kemungkinan kita juga tidak marah dan melakukan kritik besar-besaran kepada presiden tercinta kami. Gibran maju sebagai cawapres jelas lewat jalur eksekutif. Mahkamah Konstitusi menjadi titik utama konstitusi negara ditendang dari kedudukannya.

Anwar Usman yang menjabat sebagai paman baru dari Gibran, sudah diminta untuk mundur setelah menikah dengan adik Pak Jokowi. Tapi apa jawabannya kala itu, dia bilang bisa membawa netralitas dan membedakan mana urusan keluarga dan mana urusan negara. Bahkan dia berani membawa nama Tuhan dengan membawa ayat dalam kitab suci. Apa yang terjadi sekarang? Kepercayaan dan keadilan digadaikan demi memuluskan jalan sang keponakan.

Semua tidak terima karena hukum jelas dikorbankan untuk tiket cawapres Gibran. Kami yang masih waras, tidak akan tinggal diam. Disana ada banyak yang didzalimi atas putusan batas minimal capres cawapres itu. Ada barisan anak muda yang tetap tidak mendapat privilege Gibran.

Para akademisi mulai bersuara. Pengamat politik menyuarakan pendapatnya. Mereka bahkan satu suara, menganggap hukum di negara ini dipermainkan oleh elite penguasa. Gibran menjadi produk hasil keputusan MK. Para tokoh publik mengajak rakyat untuk ikut mengkritissi kecongkakan yang sekarang terjadi.

Ini semua tidak boleh dibiarkan. Jika hanya dijadikan angin lalu, mereka akan semakin semena-mena. Bahkan sampai detik ini mereka berusaha mengaburkan penabrakan konstitusi itu dengan berita-berita yang mencuri perhatian rakyat. Tidak boleh dibiarkan, jangan sampai negara hukum dan negara demokrasi hanya menjadi hiasan untuk Indonesia.

Semua rakyat Indonesia memiliki persamaan kedudukan di mata hukum. Pun dengan demokrasi, rakyat menjadi pemegang utama tegaknya sebuah demokrasi di negara ini. Hari ini kami masih keberatan dengan keputusan yang hanyak didiamkan oleh Pak Presiden, sebagai pemegang jabatan tertinggi di negara ini.

Di saat anaknya sudah melancarkan aksi untuk mengklaim program kerjanya bersama jajarannya, ketidakadilan harus terus disuarakan. Para mahasiswa masih mengeluarkan tuntutannya agar sang pemimpin bisa bersikap tegas atas nama rakyat, bukan atas nama Bapaknya Gibran.

Menteri di kabinet presiden pun sudah menyinggung tentang anak yang tidak sopan mengklaim kerja keras mereka. Saya percaya di lubuk hati terdalam mereka, nurani itu masih aktif menyuarakan kejanggalan di meja hijau MK.

Di barisan hakim sendiri, ada Pak Saldi Isra yang dijadikan korban karena menyuarakan kebingungannya terhadap ketua MK. Tidak diam, Pak Arief Hidayat yang memang sudah menyuarakan kejanggalan masih berteriak, mencurahkan keresahannya terkait hukum yang dipermainkan oleh ketuanya dan elite di belakangnya. Keprihatinan disalurkan, karena fenomena ini tidak pernah dia rasakan, bahkan di era Soeharti sekalipun.

Lagi-lagi rakyat ditindas oleh pemimpinnya. Pengamat dunia pertahanan dan militer, Connie Rahakundini, yang tidak mau mencampuri urusan perpolitikan negeri ini pun ikut bersuara karena melihat mirisnya hukum di tanah air. Itu jelas menabrak konstitusi, harus dihentikan.

Bung, negara ini bukan hanya milik Pak Presiden, bukan pula arena bermain Gibran. Tapi kenapa semua instrument negara dibuat tunduk oleh mereka. Pak, Mas, Bu, tolong lihat kami. Jabatan kalian itu dari kami. Amanah itu kami titipkan untuk bergotong-royong bersama menuju kehidupan yang mujur.

Jangan ambil keuntungan sendiri dan mengabaikan suara kami yang memberi jabatan itu. Segera kembalilah ke jalanmu, agar demokrasi ini tidak cacat karena pemimpinnya sendiri. Agar negara ini masih menjadi negara hukum dengan konstitusi yang kuat. Agar negara ini tetap menjadi negara demokrasi, yang memberikan keleluasaan berpolitik dan bersosial bagi semua rakyatnya.




Berita Lainnya

Ikrar Nusa Bakti : Negara Adalah Saya

03/11/2023 15:15 - Indah Pratiwi

Ganjar Versus Korupsi

28/09/2023 07:42 - Indah Pratiwi

MENGKRITISI KETELEDORAN JOKOWI

27/09/2023 11:05 - Rahman Hasibuan
Kemukakan Pendapat


BOLA