Wednesday, 29 Nov 2023
Temukan Kami di :
Politik

Pepih Nugraha : Surya Paloh, Waktunya Lempar Handuk

Indah Pratiwi - 11/08/2023 21:17

Di Padang, Sumatera Barat, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyampaikan pernyataan pesimistis dan bahkan skeptis, bahwa ternyata tidak mudah mengusung Anies Baswedan menjadi capres untuk dimajukan di gelanggang Pilpres 2024. Padahal, Anies sudah dideklarasikan setahun lalu, mendahului hiruk-pikuk pencapresan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.


“Ibarat pertandingan sepak bola internasional seperti Piala Dunia yang kawan-kawan ikut, dua menit terakhir kita sudah gol, eh dia tendang gawangnya sendiri, kemenangan dua menit terakhir ini Nasdem belajar dari itu,” kata Surya Paloh saat sesi diskusi dengan wartawan di Padang, Sumatera Barat, Ahad 6 Agustus 2023.

Surya Paloh menambahkan, pengumuman di “last minute” itu bukan karena koalisi tidak solid. “Kalau ada yang enggak sabar, ya itu kita harus mengajarkan sabar,” katanya. Jika ditafsirkan secara hermeneutis, bisa ditebak kepada siapa pernyataan “enggak sabar” itu kiranya ditujukan?

Di luar kemungkinan pernyataan itu sebagai strategi komunikasi untuk kemenangan yang jauh lebih besar, tetapi publik menangkap itu sebagai pernyataan jujur Surya Paloh setelah “pusing 7 keliling” akibat “kesusu” mencapreskan Anies. Sampai-sampai terbetik berita bisnisnya terganggu dan satu persatu menteri dari partai yang didirikannya, Nasdem, digiring masuk terungku. Bahwa, memang benar tak mudah mencapreskan seorang Anies.

Maka sempat terbangun narasi bahwa Anies sengaja dijegal agar tidak bisa ikut Pilpres, misalnya sejumlah instrumen survey yang menempatkan Anies di posisi buncit terhadap dua pesaingnya; Prabowo dan Ganjar dengan kesenjangan elektabilitas yang menganga bahkan dengan “runner-up”.

Anies bahkan sempat membangun narasi, “kalau tidak akan jadi (gagal) mengapa harus dijegal?” Lantas sebagian publik, khususnya mereka yang disebut pendukung dan simpatisan Anies, menelan mentah-mentah narasi ini dan yakin betul atas kebenarannya. Maklum yang ngomong Anies, bukan?

Surya Paloh yang bukan politikus kemarin sore alias sudah sangat berpengalaman langsung meraba denyut lemah dan terus melemah capres yang dimajukannya. Maka saat bertemu sejumlah insan pers di “Kota Gadang” itu, ia tidak ragu menyatakan keraguan yang dalam, yakni mengungkapkan nada pesimistis dan skeptisnya itu.

“Tidak mudah mencalonkan Anies Baswedan. Tapi masyarakat itu juga mempunyai nalar. Dalam bahasa akal sehat dan intuisi yang ada kami serahkan kepada masyarakat,” demikian persisnya pernyataan Surya Paloh. Tidak lupa ia menyitir temuan sejumlah lembaga survei yang menunjukkan elektabilitas Anies yang tak kunjung merayap, sedang Prabowo dan Ganjar terus bersaing memperebutkan posisi pertama.

Maka pesimisme dan skeptisisme itu dipertebal dengan pernyataan mengejutkan bahwa pengumuman bakal cawapres Anies Baswedan mendekati waktu pendaftaran ke KPU, yaitu antara 19 Oktober hingga 25 November 2023.

Pernyataan ini sontak membuat geram kubu Demokrat yang berharap sebaliknya, bahwa Anies harus secepat mungkin menentukan cawapresnya dan cawapresnya itu tidak lain Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tentu saja.

Andi Arief, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat langsung angkat suara atas pernyataan Bos Nasdem tersebut, justru seharusnya Anies segera mengumumkan cawapresnya dan tidak harus mengikuti strategi partai lainnya.

“Koalisi lain mungkin punya strategi cawapres ‘last minute’. Koalisi Perubahan tidak harus demikian. Bisa keliru jika dua menit terakhir penentuan cawapres. Partai Demokrat berbeda pendapat dengan Pak Surya Paloh,” kata Andi Arief.

Seperti Pilpres 2019 lalu, penentuan capres-cawapres dilakukan saat menit-menit terakhir pendaftaran ke KPU, khususnya saat petahana Joko Widodo memilih cawapres Ma’ruf Amin. Strategi serupa naga-naganya akan dilakukan di Pilpres 2024 ini, khususnya oleh PDIP dan Gerindra.

Terkait Anies sendiri menurut Andi Arief harus bersikap mandiri dan segera menentukan sikap dalam memilih bakal cawapresnya nanti. “Saatnya Pak Anies Baswedan mandiri dan tentukan sikap,” katanya.

Segendang sepenatian, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menilai tak ada alasan yang rasional dan memadai untuk menunda deklarasi paket komplet capres dan cawapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Kamhar mengakui, KPP tidak memiliki kemewahan basis elektabilitas yang tinggi dan jauh selisihnya dibandingkan dengan kompetitor. Pun KPP tidak memiliki fasilitas sebagai petahana (incumbent)

“Justru sebaliknya, kita berada pada posisi yang mesti bekerja ekstra untuk mengejar ketertinggalan elektabilitas dan pada posisi yang ‘vis a vis’ dengan penguasa yang memiliki besutan kandidat sendiri,” kata Kamhar.

Kamhar melanjutkan, seharusnya KPP melakukan terobosan-terobosan politik agar bisa membalikkan keadaan. Salah satu dan yang paling menentukan, kata Kamhar, adalah menyegerakan deklarasi paket capres-cawapres agar seluruh sumber daya pemenangan yang dimiliki baik dari partai, relawan, dan simpatisan bisa segera terkonsolidasi dan bekerja secara optimal dalam menjalankan kerja-kerja politik pemenangan.

“Jadi, jika ingin memperoleh kemenangan, tak ada alasan untuk menunda-nunda deklarasi paket komplet. Mas Anies selaku bakal capres yang telah ditetapkan Koalisi Perubahan serta selaku penerima mandat untuk memilih dan menentukan cawapresnya sesuai dengan lima kriteria yang telah disepakati, dan penambahan kriteria 0 dari Mas Anies sendiri yang telah diterima parpol yang tergabung di koalisi untuk segera mendeklarasikan cawapres pilihannya. Ini menjadi kredit poin kepemimpinan, publik akan memonitor,” papar Kamhar panjang lebar.

Senyampang itu terbetik berita berupa pernyataan menohok Partai Golkar dan PAN di waktu dan tempat terpisah, bahwa mereka tidak akan mendukung Anies Baswedan sebagai capres. Artinya, kedua partai yang pernah membangun Koalisi Indonesia Baru (KIB) bersama tidak Sudi bergabung dengan Nasdem penyodor utama Anies yang telah membentuk KPP.

Sedangkan satu anggota pecahan KIB lainnya, PPP, sudah lebih awal menyatakan bergabung ke PDIP. Tujuannya mendorong Sandiaga Uno sebagai cawapres Ganjar, meski ini pasti membuat murka dan luka hati Muhaimin Iskandar. Artinya, partai-partai berbasis pemilik suara dan kursi parlemen sudah terbagi-bagi seluruhnya.

Lalu apa makna manuver tiga parpol pecahan KIB ini bagi Anies? Sangat penting dan teramat signifikan. Sebab, seharusnya KPP punya anggota baru berupa “sekoci” yang bisa menyelamatkan kapal karam jika salah satu dari dua anggota KPP (Demokrat atau PKS) hengkang jika tidak puas dengan penetapan cawapres yang dipilih Anies.

Ketika salah satu partai saja “ciao” dari KPP yang tanpa “sekoci”, maka bubarlah koalisi yang mengusung Anies dan Anies pun gagal melaju ke arena Pilpres 2024. Ini sangat mungkin terjadi dan bukan isapan jempol belaka. Anies boleh dibilang benar-benar bagai telur burung unta di ujung tanduk banteng.

Kondisi serupa juga bisa menimpa Gerindra dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama PKB yang dibangunnya di mana Prabowo menyatakan akan memilih cawapresnya pada saat “last minute” pendaftaran.

Maka, kemungkinan PKB hengkang seperti halnya Demokrat, juga besar. Terlebih lagi Muhaimin yang telah memagari agar cawapres lain bagi Prabowo tidak muncul kecauli dirinya. Berkali-kali Cak Imin menyatakan bakal bergabung ke PDIP jika Prabowo merobek-robek hatinya. Prabowo pun sesekali keder dan ciut atas gertakan Cak Imin.

Mungkin kondisi Prabowo akan berada di atas angin jika PAN atau Golkar (atau kedua-duanya) menyatakan bergabung dengan KKIR, meski Muhaimin hengkang. Prabowo akan kencari cawapres yang bisa mendulang suara di Jatim dan Jateng yang diperkirakan bakal direbut Ganjar.

Muhaimin sendiri tidak cukup merepresentasikan pemilih Nahdlatul Ulama (NU). Apalagi Ketua PBNU Yahya Cholil Staquf berulang-ulang mengatakan NU tidak berpolitik dan bukan representan PKB yang kini diketuai Cak Imin. Keluarga Besar Gus Dur pun melarang Cak Imin dengan PKB-nya memasang baliho atau poster bergambar Gus Dur.

Kembali kepada SuryabPaloh, hal terbaik yang harus dilakukannya adalah lempar handuk segera sebelum peristiwa yang digambarkan di atas terjadi secara menyakitkan. Terasa pahit memang, tetapi itulah cara terbaik daripada dikalahkan oleh kondisi dan waktu yang ternyata tidak berpihak kepadanya.

(Sumber: Facebook Pepih Nugraha)




Berita Lainnya

Yenny Wahid Bertekad Menangkan Ganjar-Mahfud

28/11/2023 20:10 - Indah Pratiwi
Kemukakan Pendapat


BOLA