Beritacenter.COM - Bank Indonesia (BI) dilaporkan bakal menaikkan insentif likuiditas untuk bank penyalur kredit dari 2,8% menjadi 4%. Kebijakan itu disebut akan mulai berlaku mulai 1 Oktober 2023 mendatang.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyebut kebijakan itu diterapkan dalam rangka memperkuat stimulus kebijakan makroprudensial, guna mendorong pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan. Hal ini diperkirakan bakal mendongkrak kredit hingga Rp 47,8 triliun.
Baca juga :
"Penguatan stimulus dilakukan melalui implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) bagi Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang akan berlaku sejak 1 Oktober 2023," kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Selasa (25/7/2023).
Dalam hal ini, penajaman insentif likuiditas menyara bank-bank penyalur kredit-pembiayaan di sektor hilirisasi mineral dan batu baru (minerba) serta non-minerba, termasuk pertanian, peternakan dan perikanan. Tak hanya itu, termasuk juga sektor perumahan; pariwisata; usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), kredit usaha rakyat (KUR) dan ultra mikro (UMi); serta ekonomi keuangan hijau.
Dimana insentif itu secara rinci terdiri atas insentif untuk penyaluran kredit atau pembiayaan ke sektor tertentu yang ditetapan BI dengan nilai paling besar 2%. Dimana nilai itu terpantau meningkat dari sebelumnya yang hanya 1,5%.
Selain itu, insentif ke bank penyalur kredit atau pembiayaan inklusif ditingkatkan dari sebelumnya 1% menjadi 1,5%, dengan rincian 1% untuk penyaluran kredit UMKM/KUR dan 0,5% untuk penyaluran kredit UMi. Kemudian, insentif terhadap penyalur kredit atau pembiayaan hijau menjadi paling besar menjadi 0,5% dari sebelumnya 0,3%.
Lebih lanjut, kebijakan itu muncul usai MI melihat adanya tren perlambatan dalam kinerja kredit atau pembiayaan perbankan yang dipengaruhi permintaan kredit dari dunia usaha. BI turut memproyeksikan pertumbuhan kredit pada 2023, yakni dikisaran 9-11% year-on-year (yoy).
"Untuk itu kebijakan insentif likuiditas makroprudensial difokuskan pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja," ujar Perry.