Beritacenter.COM - Usaha Partai Demokrat untuk menggolkan AHY jadi Cawapres Anies bisa dibilang sudah maksimal. Mulai dari mengkalim elektabilitas AHY tertinggi di Pulau Jawa, mengatakan latar belakang AHY sebagai mantan tentara memberi keuntungan tersendiri bagi Anies, mengklaim AHY tokoh paling diminati untuk jadi Cawapres Anies, hingga mengatakan Anies bisa kalah kalau bukan AHY yang jadi Cawapresnya.
Pokoknya di mata kader Partai Demokrat, Ketumnya itu tidak ada cacat sedikit pun. Sehingga tidak ada alasan bagi Anies untuk menolaknya jadi Cawapres.
Hanya saja, ini juga masalahnya. Oke-lah AHY sempurna di mata kader Partai Demokrat, tapi di mata kader partai lain yang tergabung dalam Koalisi Perubahan (PKS dan NasDem), AHY tidak memiliki kelebihan apa-apa ferguso.
Sebagai contoh, ia tidak memiliki rekam jejak yang bisa dibanggakan. Pensiun dari tentara pangkatnya bukan jenderal tapi mayor. Kemudian, ikut Pilkada DKI kalah. Jadi Ketum Partai Demokrat bukan karena perjuangan sendiri, melainkan lewat jalur orang dalam yakni Bapaknya sendiri yang uruskan. Dan AHY juga gagal melakukan konsulidasi partai sehingga nyaris dikudeta oleh kader Partai Demokrat yang lain.
Di samping itu, di bawah komando AHY, kader Partai Demokrat yang korupsi tetap saja banyak. Mulai dari Bupati Penajem Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud, Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan Nur Afifah Balqis, Bupati Mamberamo Tengah; Ricky Ham Pagawak, hingga yang paling heboh gubernur Papua Lukas Enembe.
Ini yang bikin buruk nama AHY di mata Surya Paloh dan Ahmad Syaikhu. Kader Partai Demokrat terus-terusan 'katakan tidak pada (hal) korupsi'.
Tanpa partai tersebut, Anies tidak bisa nyapres ferguso. Karena perolehan suara NasDem dan PKS sedikit.
Sehingga meski sudah digabungkan keduanya, tetap saja tidak memenuhi syarat presidential threshold 20 persen.
Hal inilah yang kemudian disadari oleh Partai Demokrat bahwa Koalisi Perubahan hanya menginginkan dukungan dari mereka saja, tapi tidak mau mengusung AHY jadi Cawapres.
Tidak menunggu waktu lama, Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief pun langsung menyebarkan ancaman.
Loyalis AHY itu mengatakan, elektabilitas Partai Demokrat saat ini turun karena Anies tidak kunjung punya Cawapres. Atau dengan kata lain, penyebab elektabilitas Partai Demokrat turun karena Koalisi Perubahan tidak segera mendeklarasikan AHY sebagai Cawapres Anies.
Andi pun memberi peringatan kepada NasDem dan PKS, kalau sampai bulan Juni 2023 pasangan Anies-AHY tidak kunjung dideklarasikan maka Partai Demokrat akan memikirkan jalan lain untuk menghadapi Pilpres 2024 yang persaingannya amat ketat.
Atau dengan kata lain, kalau AHY tidak kunjung ditunjuk jadi Cawapres Anies maka Partai Demokrat akan meninggalkan Koalisi Perubahan dan bergabung ke koalisi lain.
Eh bukannya takut dengan ancaman Partai Demokrat tersebut, NasDem malah memberi serangan balik.
balik.
"Mau ambil opsi lain? Pasti di pikiran kamu opsi lain itu Demokrat mau menarik diri dari Koalisi Perubahan. Atau mungkin bisa jadi karena ketidakpastian AHY jadi Wapres, atau dia ingin mengatakan bahwa kalau Anies tidak dengan AHY, kami akan keluar," ujar Waketum partai yang mau merestorasi Indonesia tersebut Ahmad Ali dengan nada mangkel.
Ali pun mengatakan bahwa sejak awal Koalisi Perubahan sudah sepakat untuk bekerja sama. Dan soal Cawapres, berdasarkan piagam perjanjian, setiap partai menyerahkannya kepada Anies.
Terakhir, Ali mengingatkan agar Partai Demokrat gak usah bikin gaduh di Koalisi Perubahan. Karena berpotensi membuat keretakan hubungan antara ketiga partai.
Ternyata Koalisi Perubahan diam-diam mau layu sebelum berkembang.
Kayaknya sudah tepat kalau Partai Demokrat mau meninggalkan Anies, NasDem dan PKS. Karena kalian itu hanya dimanfaatkan saja ferguso. Sejatinya mereka sama sekali tidak tertarik untuk mengusung AHY sebagai Cawapres.