Beritacenter.COM - Jusuf Kalla (JK) adalah nama yang tidak asing lagi di jagat politik nasional, baik sebagai eks kader Golkar maupun sebagai Wakil Presiden RI periode 2014-2019 bersama Jokowi. Apa yang bisa kita ingat terhadap seorang Jusuf Kalla (JK) kalau secara spontan ditanya apa yang pertama terlintas dalam benak kita?
Sebagian orang mungkin boleh saja menganggap bahwa jika ini sebagai sosok politikus senior atau malah dianggap sebagai tokoh bangsa dengan berbagai pengalaman politiknya, baik secara nasional maupun secara global, lewat peran JK d dunia internasional. Ya, mungkin benar jika kita membahas tentang masa lalu seorang Jusuf Kalla.
Namun, yang kini terlintas dalam benak saya, terutama sejak lima atau enam tahun terakhir, yang di dalamnya ada peristiwa Pilkada DKI Jakarta 2017, saya menganggap JK tak ubahnya sebagai sosok politisi tua, yang oportunis dan terkesan menghalalkan segala cara untuk menangkan jagoan politiknya, entahkah dulu saat Pilgub 2017 maupun saat ini dalam konteks Pilpres 2024. Hanya sayang sekali, cara yang dipakai oleh JK sama sekali jauh dari kata elegan sehingga pandangan saya terhadap JK sukar untuk dibenahi lagi.
Ya, keterlibatan JK secara langsung dalam majunya Anies sebagai calon gubernur pada Pilgub DKI Jakarta 2017 silam, dengan segala peran JK di balik layar, termasuk diamnya jika saat politisasi ayat dipakai secara brutal lewat kampanye dalam Pilgub DKI Jakarta 2017, semua itu lebih dari cukup untuk menilai bagaimana ketika seorang JK sudah punya kehendak dengan otoritas yang dimilikinya saat itu, meski seharusnya jika mampu bermain dengan lebih elegan, seperti yang kerap kali ditunjukkan oleh Jokowi dalam berbagai kesempatan terkait hal-hal yang bersifat politis, mungkin citranya akan sedikit lebih baik. Namun, JK memilih untuk tidak melakukannya.
Sebagian orang bahkan menilai bahwa pengaruh seorang Jokowi-lah yang membuat JK tidak leluasa bergerak, dengan segala macam ambisi politiknya. Meskpun tampaknya Jokowi agak kecolongan dalam soal Ahok, sampai sohib-nya itu kalah dan harus dipenjara. Kondisi yang mempersulit posisi Jokowi selama lima tahun dengan berkuasanya Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Akan tetapi, apakah dengan semua itu lantas JK menjadi insaf, lalu berpolitik dengan elegan pada masa tuanya? Tampaknya tidak. Sekali ini JK masih berusaha lagi, menggoalkan Anies agar (tahap awal) lolos sebagai salah satu capres, lalu JK mungkin berharap bisa mengamankan bisnisnya, kalau sampai nanti Anies menang.
Hanya, JK tampaknya lupa bahwa posisi Jokowi sekarang sangat kuat. Pengaruhnya berbeda dengan SBY pada tahun terakhir jelang selesai menjabat pada 2014 silam. Meski JK lantas koar-koar agar Jokowi tidak terlalu terlibat dalam politik, opini tersebut justru membuat publik mempertanyakan kapasitas seorang JK, yang tak hanya terlihat cengeng, tetapi kayak amnesia terkait perannya saat Pilgub DKI Jakarta 2017 silam.
Pak JK ... Pak JK ... sudahlah. Bapak sudah nggak muda lagi, janganlah terlalu ambisius. Ingat umur dan kesehatan, juga ingat bahwa kesalahan Anda kepada negeri ini masih belum terlupakan, dengan mendukung Bapak Politik Identitas dan pada 2017, yang sekarang ingin Anda ulangi lagi. Tampaknya Anda takut jagoannya kalah, ya?