“Sepintar-pintarnya menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga.”
Begitulah kira-kira peribahasa yang pas untuk eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Lalu pertanyaan menariknya, mengapa demikian?
Baik mari kita perjelas. Saat saya sedang iseng mengetik nama Anies Baswedan di pencarian google, pilihan yang keluar menyoal tentang dugaan korupsi bansos era Anies. Pada judul postingan itu tertulis “Dugaan Korupsi Bansos di Era Anies Terungkap, Beras Rusak Anggaran Triliunan Masih Tersimpan di Gudang.”
“Loh loh loh, kasus apa lagi ini. Wah gawat ini gawat,” bathin saya.
Usai membaca berita itu, saya mengacungi jempol kepada upaya akun twitter @kurawa yang berani mengungkapkan hasil temuannya ke publik. Jadi dia menduga ada tindak korupsi bantuan sosial covid-19 pada era Gubernur Anies Baswedan. Hal itu bermula saat dia memperoleh informasi adanya penimbunan beras di gudang milik Perumda Pasar Jaya di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.
Lalu dia mendatangi gudang itu dan dikejutkan dengan 1.000 ton beras dalam bentuk paket 5 kilogram hanya tergeletak bahkan sudah busuk. Saking busuknya, untuk hewan saja sangat tidak layak dikonsumsi. Ya gila saja, soalnya beras itu harusnya tersalurkan pada 2020-2021.
Tak berhenti disitu, dia juga menemukan dokumen berharga yang bersumber dari hasil Forensik Audit yang dilakukan oleh Ernst & Young terkait pelaksanaan bansos ini. Dan salah satu temuannya terdapat kesalahan administrasi yang dilakukan. Lalu pada dokumen itu dikatakan terdapat unknown shrinkage atau kehilangan yang tak diketahui senilai Rp 150 miliar.
Informasi selanjutnya nih, Pemprov DKI dinyatakan telah menunjuk tiga vendor untuk menyalurkan paket sembako tersebut. Dan Perumda Pasar Jaya merupakan penerima anggaran terbanyak untuk pengadaan bansos sembako di Jakarta.
“Dinas Sosial DKI menunjuk tiga rekanan terpilih untuk menyalurkan paket sembako senilai Rp3,65 triliun lewat Perumda Pasar Jaya, PT Food Station dan PT Trimedia Imaji Rekso Abadi. Dimana porsi terbesar diberikan kepada Perumda Pasar Jaya senilai Rp2,85 triliun, mengapa?” Ujar Kurawa dalam cuitannya.
Setahu saya, Anies memang kerap diduga melakukan tindak pidana korupsi bahkan sejak menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Saat itu, Anies dilaporkan atas dugaan penyimpangan penggunaan dana senilai Rp146 miliar untuk kegiatan pameran Frankfurt Book Fair 2015. Anies juga dilaporkan atas dugaan penemuan Over Budgeting di anggaran Kemendikbud sebesar Rp23,3 triliun.
Kemudian ada juga pelaporan korupsi terhadap salah satu pengembang untuk proyek Rumah DP 0 Persen era Anies. Waktu itu direktur vendor tersebut ditahan KPK, dan Anies hanya dijadikan sebagai saksi. Lalu soal dugaan korupsi Formula E, sampai saat ini tak tahu kabarnya bagaimana.
Saya kadang heran, seolah-olah Anies ini selalu berhasil lolos dari jeratan KPK. Tapi tentu itu bukan tak mungkin jika kali ini Anies benar-benar menuai apa yang dia tanam sendiri. Karena pada kasus dugaan korupsi bansos ini, kita tahu Ketua Dewan Pengawas Pasar Jaya merangkap sebagai Ketua DPP Relawan Anies. Tentu hal ini memiliki irisan yang sangat jelas bukan?
Kita selalu berdoa agar KPK bisa diberikan kemudahan dalam mengusut tuntas kasus ini. Karena sejak era Anies kemiskinan di Jakarta justru mengalami kenaikan dibandingkan wilayah lain di pulau Jawa yang justru mengalami penurunan. Apakah kita tidak curiga, jika kemiskinan Jakarta memang disebabkan karena korupsi pemimpinnya?
Lagipula, selama menjabat jadi gubernur, sistem pengelolaan anggaran era Anies memang kerap bermasalah. Dia sendiri bahkan mengaku bingung, karena secara terang-terangan mengatakan kalau setiap tahun ada saja anggaran yang diperuntukkan untu hal aneh-aneh. Hmm gimana ceritanya ya, wong dia gubernurnya kok malah bingung. Kan jadi saya yang bingung ke dia.
Salah satunya nih mungkin kita nggak pernah lupa, saat terdapat anggaran pengadaan lem aibon untuk sekolah-sekolah di Jakarta. Entah apa alasannya sekolah membutuhkan lem aibon yang anggarannya sampai Rp 82 miliar. Yang lebih tidak masuk akal, pengadaan itu masuk dalam komponen Belanja Alat Tulis Kantor (ATK). Nah ini benar-benar aneh bukan? Lem aibon buat apa?
Sebagai warga negara, ini menjadi pengingat bahwa kita harus hati-hati dalam memilih pemimpin. Karena saat ini beberapa kelompok, partai maupun golongan menghendaki Anies untuk jadi presiden. Tujuannya apa, saya sendiri kurang tahu. Apakah akan ada lem aibon berikutnya atau yang lain, saya nggak tahu. Yang jelas, track record Anies penuh masalah saat diberi tanggungjawab sebagai pengelola keuangan. Sangat berbeda dengan Ganjar Pranowo.
Ganjar Pranowo itu sempat dihantam dari kanan kiri atas bawah soal kasus e-KTP. Dia disebut menerima suap proyek e-KTP senilai USD 500 ribu. Bahkan saat Pilgub 2018, kasus e-KTP sengaja diproduksi ulang dan jadi bahan black campaign untuk menghancurkan karir Ganjar.
Tapi, becik ketitik olo ketoro. Siapa yang berbuat baik maupun buruk, alam yang akan membuktikan. Akhirnya semua tuduhan terhadap Ganjar soal e-KTP runtuh saat Novel Baswedan mengungkap kebenaran bahwa Ganjar tidak bersalah. Novel sendiri merupakan mantan penyidik KPK yang paling sangar.
Makanya melihat kasus carut marutnya sistem pengelolaan anggaran Anies Baswedan tersebut, saya selalu tertuju pada sosok Ganjar Pranowo. Dimana, pria berambut putih itu dari level yang paling rentan terjadi penyelewengan yakni pelayanan masyarakat yang diresahkan karena banyak pungli, dia sikat habis.
Keberpihakan Ganjar terhadap pemberantasan korupsi juga tercermin dengan dibentuknya 29 Desa Antikorupsi, bahkan bukan cuma membentuk namun sekaligus menjadi provinsi percontohan. Bahkan, Desa Banyubiru, Kabupaten Semarang meraih predikat terbaik Desa Antikorupsi tingkat nasional.
Selain itu, Ganjar juga sudah memasifkan kurikulum antikorupsi kepada siswa dari jenjang SD hingga SMA. Adapun kurikulum yang disisipkan soal tak ada lagi biaya sekolah di luar prosedur, menyisipkan materi antikorupsi di setiap mata pelajaran, membuat slogan antikorupsi, hingga merevisi peraturan yang membuka peluang untuk korupsi.
Dengan kepeduliaannya, Ganjar bahkan mengajak ngobrol santai para siswa dalam satu kesempatan.
“Kalau temanmu mencontek saat ulangan, apa yang kamu perbuat?” Tanya Ganjar.
“Dinasehati. Kalau dia masih membandel, laporkan ke guru,” jawab seorang murid.
“Kalau ada tumbler milik temanmu ditinggal di kelas. Apa yang kamu lakukan?” Tanya Ganjar lagi.
“Tidak mencurinya. Karena, mencuri itu perbuatan sangat jahat. Pemiliknya kita beritahu kalau tumbler-nya ketinggalan di kelas,” jawab salah seorang murid lagi disambut tepuk tangan teman-teman. Ganjar pun memberikan hadiah buku bacaan kepada murid itu.
Ganjar paham, jika memberantas korupsi perlu dilakukan pada banyak sektor, apalagi sekarang sudah era digitalisasi. Maka inovasi diperlukan agar pengelolaan keuangan daerah bisa terkonsep dengan baik. Oleh karena itu, Ganjar memaksimalkan Government Resources Management System (GRMS) Provinsi Jawa Tengah.
Melansir dari situs resminya grmsjatengprov.go.id, GRMS adalah bangunan sistem aplikasi terintegrasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sistem aplikasi yang terdiri atas; system e-budgeting, e-project planning, e-HSB, e-penatausahaan, e-delivery, e-controlling, e-monev dan gph, serta aplikasi networking terdiri atas; system cloud server, video/audio streaming, DNSX filter, voip gateway server, nms, ap controller, the dude dan inventarisasi pun mulai diterapkan di Provinsi Jawa Tengah.
Muara dalam sistem ini adalah integrasi antar data di dalam proses bisnis internal birokrasi, yang notabene merupakan sistem pengelolaan keuangan pemerintah dalam menyokong pelayanan publik dan pembangunan. Sehingga tercipta monitoring dan evaluasi kinerja birokrasi secara real-time.
Inilah fakta mutlak yang dilakukan Ganjar. Berkat ketegasan dan reformasi birokrasi yang transparan itu, Jawa Tengah akan bebas dari praktik korupsi. Karena saat ini Pemprov Jateng telah mampu melihat alur realisasi keuangan dan kinerja masing-masing SKPD secara real-time melalui sistem online. Yang berarti pengawasan sangat terkontrol.
Bagi saya, perbandingan pemimpin antara Ganjar dan Anies ini memberitahukan kita sesuatu. Jika Anies hanya memahami bagaimana menata kata, sementara Ganjar paham bagaimana menata kota. Buktinya? Iya seperti yang sudah saya paparkan. Selebihnya silahkan kamu cari sendiri deh di google, banyak kok.
Sumber : Status Facebook Sobar Harahap