Beritacenter.COM - Insiden jatuhnya pesawat maskapai Nepal, Yeti Airlines, turut menewaskan 68 korban jiwa. Insiden maut dan tragis ini tercatat menjadi kecelakaan udara yang terburuk dan paling mematikan dalam 30 tahun terakhir di Nepal.
Ratusan petugas penyelamat dikerahkan guna menyisir area lereng bukti di wilayah Pokhara, yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat jenis ATR 72 yang mengangkut 72 orang saat mengudara dari ibu kota Kathmandu, Minggu (15/1), seperti dilansir Reuters, Senin (16/1).
Baca juga :
Upaya pencarian yang dilakukan petugas sempat dihentikan sementara pada Minggu malam, dan kembali dilanjutkan pada Senin (16/1) waktu setempat. Sebagaimana disiarkan televisi lokal setempat, menampakkan para petugas penyelamat melakukan pencarian di sekitar puing pesawat yang telah hancur. Tampak pula bagian tanah hangus dilokasi jatuhnya pesawat.
Sebelum akhirnya jatuh, otoritas penerbangan sipil Nepal menyebut pesawat itu juga sempat melakukan kontak dengan bandara Pokhara dari Seti George, sekira pukul 10.50, Minggu pagi.
"Kemudian pesawat jatuh," ujar Otoritas Penerbangan Sipil Nepal dalam pernyataannya.
Otoritas Penerbangan Sipil Nepal turut mengonfirmasi ada sebanyak 68 korban tewas dalam insiden jatuhnya pesawat tersebut. Database jaringan keselamatan penerbang menyebut insiden ini menjadi kecelakaan udara paling mematikan di Nepal sejak 1992 silam, atau 30 tahun (3 dekade) terakhir.
Saat itu, pesawat penumpang jenis Airbus A300 milik maskapai Pakistan International Airlines dilaporkan jatuh ke lereng bukti, saat terbang mendekati Khathmandu. Ada sebanyak 167 orang dilaporkan tewas dalam kecelakaan pada 1992 silam tersebut.
Sejauh ini, masih belum diketahui jelas penyebab jatuhnya pesawat penumpang Yeti Airlines. Terlebih, saat kejadian terjadi kondisi cuaca terpantau cukup cerah. Saat ini, inisiden itu masih dalam penyelidikan pemerintahan Nepal, yang telah membentuk sebuah panel khusus.
Dimana panel khusus ini diharapkan dapat memberikan laporannya dalam waktu 45 hari ke depan. Badan penyelidik kecelakaan udara Prancis, BEA, juga disebut bakal berpartisipasi dalam penyelidikan dan berkoordinasi dengan semua pihak terkait.