Eulenspiegel adalah tokoh cerita rakyat Jerman yang cukup terkenal. Ia doyan sekali mengelabui orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri, dan tak jarang tingkahnya ini memang jenaka.
Salah satu episode yang masih menempel di kepala saya adalah ketika Eulenspiegel menawarkan jasa melukis. Saat itu ia datang ke rumah seorang bangsawan kaya raya sambil membawa contoh lukisan yang dia beli di pasar dan memamerkannya sebagai karya sendiri.
Melihat lukisan yang dibawa Eulenspiegel cukup menawan, sang bangsawan mengira Eulenspiegel memang pelukis ulung dan segera mengiyakan penawaran Eulenspiegel untuk melukis ruangan kamarnya.
Setelah sepakat Eulenspiegel tidak lupa minta uang muka terlebih dahulu dengan alasan untuk membeli cat. Dan selama proses melukis berlangsung ia juga meminta untuk tidak boleh dilihat. Eulenspiegel hanya mengajak dua asistennya masuk kamar dan mereka lalu menguncinya dari dalam.
Tapi di dalam ruangan, mereka hanya membentangkan kain tirai ke dinding, lalu minum-minuman, makan, sambil main dadu, tanpa pernah melukis. Selama berminggu-minggu tingkah mereka hanya hepi-hepi seperti itu.
Tak sabar dengan hasil kerja Eulenspiegel, sang bangsawan teramat penasaran ingin melihat lukisan itu. Eulenspiegel pun lalu menyambut sang pemilik rumah, sambil berkata;
“Tuan,” ucap Eulenspiegel, “Ijinkan saya berkata jujur bahwa lukisan saya ini tidak bisa dilihat oleh orang berderajat rendah. Sejujurnya hanya mereka yang derajatnya tinggi yang bisa melihat lukisan saya,” ujar
Eulenspiegel dengan meyakinkan.
Sang bangsawan kaya raya itu tersenyum karena merasa yakin bahwa dirinya berderajat tinggi. Selain kaya ia juga terpandang. Namun begitu Eulenspiegel membuka kain tirai penutup dinding, sang bangsawan sempat melongo cukup lama karena tak melihat apa-apa. Tapi dengan nelangsa ia akhirnya berkata, “Lukisan anda memang indah, Eulenspiegel.”
Begitulah Eulenspiegel si tukang mengelabui yang dahsyat. Dalam kehidupan sehari-hari, orang seperti Eulenspiegel juga pasti ada. Begitupun dalam politik hari ini. Mereka adalah golongan yang sebenarnya tidak bisa bekerja tapi dibekali kemampuan berkata-kata yang cukup aduhai.
Perlu kejelian untuk bisa membongkar tabir itu. Tak hanya meilihat rekam jejak, keseharian dan kebiasaan cara bicara juga bisa mengidentifikasikan.
Jika menyimak pidato Anies Baswedan di Medan beberapa waktu lalu, kecenderungan Anies menganut Eulenspiegel memang ada. Dengan tutur katanya yang meliuk-liuk Anies menyinggung keadilan sosial yang katanya sudah hilang di negeri ini. Yang dimaksud Anies adalah ketimpangan dan selisih harga-harga yang masih jauh di wilayah terluar.
Apakah selama ini dia tidak melihat pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi, tol darat dan tol laut, sehingga memangkas ketimpangan?
Tentu saja Anies juga sebenarnya paham bahwa hanya di era Jokowi harga BBM bisa setara. BBM di Papua yang semula Rp. 60.000 kini sudah sama dengan harga nasional.
Tapi kepiawaian Anies berkata-kata memang meyakinkan. Kita pun sepakat bahwa kedua orang ini, baik Eulenspiegel maupun Anies Baswedan memang sama-sama pintar.
Tak mau kalah dengan Eulenspiegel, Anies juga gemar mengklaim karya orang lain sebagai miliknya. Masih di lokasi yang sama, Anies membanggakan pembangunan di Kepulauan Seribu. Anies mengatakan sudah menghadirkan kapal untuk memudahkan oprasional karena selama ini negara tidak hadir dan justru sektor transportasi tersebut dikelola swasta.
Faktanya pembangunan di kepulauan seeribu sudah gencar digalakkan di jaman Ahok, termasuk sektor transportasinya. Penambahan kapal perintis yang melayani warga Kepulauan Seribu juga sudah dilakukan di era Ahok. Kapal perintis ini dihadirkan Kemenhub, namanya Sabuk Nusantara 46. Peluncurannya diresmikan Ahok bersama Ignasius Jonan yang waktu itu menjabat Menteri Perhubungan. Bahkan pemerintah mensubsidi Rp. 5,6 milyar untuk ongkos kapal tersebut.
Anies sekarang memang sedang jualan kata-kata. Di berbagai tempat dalam agenda lawatannya, dia selalu ngomong, bahwa yang dia tawarkan bukan visi, tapi rekam jejak.
Baiklah, mari kita tengok rekam jejak Anies Baswedan selama dia memimpin Jakarta. Seberapa besar Anies berpihak pada rakyat dengan APBD yang mencapai Rp 80 triluan pertahun, atau lebih dari 300 triliun selama Anies menjabat.
Program rumah DP nol rupiah yang punya andil besar kemenangan Anies adalah kegagalannya yang mutlak. Dari yang semula ditargetkan membangun 232.214 unit rumah, justru diturunkan jadi 10.460 unit. Itupun yang terealisasi hanya 2.322 rumah.
Tapi di depan publik, Anies bersiul merdu sekali. “Alhamdulillah satu-satu (janji kampanye) tuntas dan inilah (program hunian) salah satunya (yang tuntas),” ujar Anies, seperti diberitakan Kompas.
Anda lihat sendiri bukan, ucapan Anies memang memikat. Saya rasa inilah jurus yang konsisten dan akan terus menerus dipakai Anies.
Selain program hunian yang gagal itu, Anies juga punya Oke Oce, sumur resapan untuk penanganan banjir dan masih ada beberapa laibnya yang nasibnya sama-sama terpuruk.
Bahkan yang mencengangkan, dengan APBD sebesar itu, angka kemiskinan di Jakarta justru bertambah di era Anies. Anak putus sekaloh di kota metropilitan juga tertinggi se-nasional. Itu karena yang dikerjakan Anies bukan untuk masyarakat melainkan untuk dirinya sendiri. Anies lebih senang mendirikan stadion mewah ataupun event balapan agar dicap pemimpin fenomenal, namun justru melupakan sestuatu yang prinsipil yakni kepentingan rakyat.
Di awal menjabat sebagai Gubernur, angka kemiskinan di Jakarta sebesar 3,78% pada September 2017. Namun pada Maret 2022, jumlah itu bertambah menjadi 4,69 persen, atau sebanyak 502,04 ribu jiwa.
Hasil survei yang dirilis Nusantara Strategic Network juga mengungkapkan, sebanyak 60,3 persen warga DKI Jakarta tidak puas dengan kinerja Anies Baswedan. Hanya 33,8 persen penduduk yang menyatakan Puas. Survei itu juga diberitakan Suaracom.
Tentu saja sangat wajar jika ketakpuasan itu muncul. Sebab sebagai pemimpin, Anies telah melupakan sisi esensialnya, yakni membawa masyarakat menjadi lebih baik lewat program dan kebijakan yang dilahirkan.
Saya pun sempat terkejut ketika Surya Paloh tiba-tiba mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres. Tapi kemudian saya berpikir positif, jangan-jangan Surya Paloh ini adalah bangsawan yang terkagum-kagum dengan lukisan Eulenspiegel.
Sumber : Status Facebook Sobar Harahap