Beritacenter.COM - CEO Meta, Marc Zuckerberg, sejatinya tengah dalam kondisi terpuruk. Dimana hartanya telah amblas USD 100 miliar atau lebih dari Rp1.500 triliun dalam 13 bulan terakhir. Harta pendiri Facebook itu hanya dikisaran USD37 miliar, atau terlempar jauh dari deretan 20 orang terkaya dunia, sebagaimana menurut Bloomberg Billionaires Index.
Harta kekayaan Marc Zuckerberg mencapai titik tertingg di USD 142 miliar, seperti dikutip dari New York Post. Hanya saja, harga samah Meta terus menurun dan berdampak langsung pada kekayaan Zuck. Harga saham Meta terpatau telah jatuh lebih dari 67%, termasuk terpangkas 25% dalam laporan keuangan terbarunya, dimana profit Meta turun cukup dalam.
Baca juga :
Harga saham Meta mencapai USD 97,95, atau terendah sejak tahun 2016. Sementara pada titik puncaknya, harga saham Meta pernah diperdagangkan mencapai USD 382 per-lembar.
Bahkan, Zuckerberg sempat menjadi manusia terkaya ketiga di dunia pada Mei 2020, tepat dibawa Jeff Bezos dan Bill Gates kala itu. Tak beberapa lama kemudian, Bos Tesla dan SpaceX, Elon Musk, harta kekayaannya melesat dan menjadi orang terkaya didunia.
Terdapat beberapa fakor yang membuat amblasnya saham Meta, salah satunya karena kecemasan para investor jika Meta terlalu banyak menghabiskan uang guna mengembangkan metaverse, dunia virtual yang disebut Zuck sebagai masa depan internet.
Dimana Meta telah menghabiskan USD 10 miliar atau sekitar Rp155 triliun per-tahun guna mengembangkan metaverse. Pengeluaran itu dinilai terlalu banyak untuk sebuah teknologi yang masih belum terbukti. Terlebih, jika metaverse baru akan populer 10 tahun lagi, maka anggara pengembangan metaverse bisa tembus USD 100 miliar.
"Orang-orang bingung dengan apa maksud metaverse. Jika sebuah perusahaan hanya berinvestasi USD 1 miliar sampai USD 2 miliar ke proyek ini, mungkin bukan masalah," tulis Brad Gerstner, CEO Altimeter Capital yang memegang 2 juta saham Meta.
"(Namun) investasi yang diperkirakan mencapai USD 100 miliar ke masa depan yang tidak diketahui adalah mengerikan, bahkan untuk standar Silicon Valley," kritiknya.