Ngluruk tanpa bala, Menang tanpa ngasorake, Landhep tanpa natoni, arti harfiahnya: Menyerbu tanpa pasukan, Menang tanpa merendahkan, dan Tajam tapi tak melukai. Ini adalah ilmu sekaligus Falsafah yang sangat – sangat luar biasa dan tak ada dalam penjelasan agama manapun bahwa Orang Indonesia pada dasarnya adalah harus menjadi seorang ksatria sejati. Makna gramatikalnya adalah, bahwa dalam menghadapi lawan, manusia yang baik adalah yang mampu mengalahkan dengan cara luhur penuh kebajikan. Mereka mampu melawan tanpa membawa massa atau pasukan.
Dan mampu memenangkan perang tanpa merendahkan atau mempermalukan lawan, bahkan lawanpun mengakui kekalahannya tanpa terluka. Falsafah ini mengajarkan bagaimana menaklukkan lawan dengan cara yang sangat luhur penuh kebajikan.Dalam bahasa Jawa, Ngluruk artinya adalah mendatangi. Meskipun memiliki arti mendatangi, Ngluruk bukanlah kata yang digunakan ketika kita ingin bersilaturahmi atau melepas rindu dengan teman lama, namun penggunaanya lebih kepada mendatangi untuk menyelesaikan masalah, dengan orang yang sedang berselisih. Beberapa orang juga sering mengartikan ngluruk sebagai menyerang atau melabrak.
Baca juga :
Sedangkan Tanpo Bolo sendiri maksudnya tanpa teman, tanpa pasukan, atau tanpa anak buah. Coba amati kebiasaan kita ketika ingin menyelesaikan masalah dengan orang lain, biasanya kita akan membawa teman, sekedar untuk menemani atau membela kita disaat posisi kita sedang terjepit. Namun nenek moyang kita mengajarkan hal yang lain, yakni akan tetap berdiri dan berani meskipun tanpa teman dan pasukan. Inilah salah satu sikap ksatria sejati yang sering digambarkan orang jawa zaman dulu. Mendatangi orang dengan banyak teman atau pasukan mungkin akan membuat nyali lawan makin menciut, namun hasil akhirnya mungkin tidak akan menyelesaikan masalah seperti yang diharapkan.
Menang dalam bahasa jawa dan bahasa Indonesia memiliki arti yang sama, yakni posisi kita lebih unggul dari pada lawan kita. Sedangkan “Tanpo Ngasorake” disini maksudnya adalah tidak merendahkan lawan yang sedang kalah. Jadi meskipun kita sudah menang, kita tidak berusaha untuk mengejek atau merendahkan orang yang sudah kalah dengan kita, meskipun sebenarnya orang itu jahat kepada kita. Sikap ini sudah jarang kita lihat dalam masyarakat. Kebanyakan, ketika kita menang, kita akan merasa diri kita hebat, sombong, dan menganggap orang yang kalah adalah orang yang paling hina dan pantas untuk kita rendahkan. Pada masa sekarang kita bisa melihat bagaimana kondisi kepemimpinan Pak Jokowi yang mampu merangkul Pak Prabowo sebagai saingannya dalam 2 kali pilpres dan kerendahan hati Pak Prabowo untuk bergabung bersama- sama menjadi bagian dalam pemerintahan Pak Jokowi untuk bersama sama memajukan bangsa Indonesia , keduanya sama- sama menggunakan falsafah Ngluruk tanpa Bala, Menang tanpa Ngasorake, Landhep tanpa Natoni.
Yakni saling menghormati dalam kondisi apapun untuk kepentingan yang lebih besar yaitu Indonesia yang Damai dan maju.Bagaimana, sangat dalam bukan arti dari peribahasa Ngluruk Tanpa Bala Menang Tanpa Ngasorake ini? Hal ini sebenarnya juga bisa menjelaskan bahwa apa yang diwariskan oleh nenek moyang kita jauh lebih keren dibandingkan budaya dan agama asing atau tren yang ada di luar negeri, semoga ini bisa membuat kita lebih bangga dengan budaya dan kearifan lokal, lebih dari itu semoga kita juga tetap bisa menghormati orang lain, apapun kondisinya Salam Damai Persatuan dan Cinta Indonesia
Sumber : Status Facebook Tito Gatsu