Sulit mendapatkan Sosok Hebat di Indonesia Jika dilihat pengalaman kita selama ini sulit sekali mendapatkan pimpinan pemerintahan yang tangguh dan konsisten tanpa embel-embel fasisme terutama di Indonesia katakanlah selama setengah abad terakhir, memang ada euvoria pengganti Jokowi seperti Ganjar Pranowo misalnya tapi haruskah kita berspekulasi ? Apalagi mengajukan kandidat yang lain yang terbukti tidak mampu bekerja dan hanya bermain dalam sentimen agama seperti Anies Baswedan dan AHY , kelaut aja deh! Karena kembali lagi sangat sulit menemukan seorang yang sesuai dengan bidangnya terutama menjadi Presiden Indonesia ! Terobosan Yang Dilakukan Jokowi Bukan Hal Mudah Jokowi bukan saja mampu menerobos political mainstream yang mengepungnya dan merubah peta politik tanah air dari 2014 kekuatan di Parlemen yang hanya mencapai 44% yang diwakili Koalisi Indonesia Hebat (KIH) lawan koalisi Merah Putih (KMP) yang mewakili suara di Parlemen 56 % dan pada Pemilu 2019 berbalik secara drastis mencapai 74% koalisi pendukung pemerintah lawan 26% koalisi oposisi.
Artinya kekuatan di Parlemen sangat memungkinkan merubah amand3men untuk. Presiden bisa 3 periode. Pada 13 Agustus, Presiden Indonesia Joko Widodo, lebih dikenal sebagai Jokowi, memberikan audiensi kepada Bambang Soesatyo, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), untuk membahas bagaimana memajukan beberapa amandemen konstitusi yang “terbatas”. Pers negara itu segera dipenuhi dengan minat, berspekulasi tentang apakah perubahan yang diusulkan akan mencakup perpanjangan masa jabatan presiden di luar dua masa jabatan lima tahun saat ini. Parlemen sangat Memungkinkan menyetujui amandemen Saat ditanya pers, Soesatyo, politikus Partai Golkar, mengaku mosi seperti itu tidak ada dalam agenda.
Sebaliknya, dia mengatakan bahwa amandemen yang diusulkan hanya menyangkut Pasal 3 dan 23 konstitusi; yang pertama akan memberikan wewenang kepada MPR untuk merumuskan Garis-garis Pokok Haluan Negara (PPHN), seperangkat pedoman lima tahun untuk kebijakan pemerintah. Yang terakhir akan memberikan hak kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menolak RUU yang dirancang oleh eksekutif yang dianggap melanggar PPHN. Menariknya, Soesatyo juga bersusah payah untuk menekankan bahwa presiden telah khawatir bahwa amandemen yang diusulkan mungkin berubah menjadi “kotak Pandora”, di mana masalah tak terduga seperti perpanjangan masa jabatan presiden mungkin muncul. Soesatyo menambahkan, perlu dukungan sepertiga atau 237 anggota MPR untuk mengajukan mosi tersebut. Amandemen yang dimaksudkan, yang memberi MPR dan DPR kekuasaan baru dengan biaya kepresidenan, akan mendorong banyak perundingan dan kompromi politik.
Tangan Dingin Jokowi Sulit membayangkan presiden tidak mempunyai visi untuk jangka panjang jika dia harus menyerahkan sebagian hak prerogatifnya kepada parlemen. Karena terobosan yang dilakukan oleh Jokowi untuk menuntaskan agenda nasional maupun internasional masih sangatlah dibutuhkan dan kemampuan tersebut belum bisa dibuktikan oleh tokoh manapun di Indonesia. dari mulai revaluasi asset negara yang mencapai lebih dari 20 kali lipat dari periode sebelumnya hingga pengambil alihan pengelolaan sumber daya alam Indonesia hingga pendapatan dari sektor ini meningkat lebih dari 500 % padahal kita sedang mengalami masalah dengan wabah covid 19.
Belum lagi keberanian. Jokowi dalam.politik luar negri Belum lagi dengan kebijakan Toll laut yang juga memotong geostrategi Amerika dalam penguasaan kawasan Asia Pacific yang di dalamnya menyimpan konflik laut China Selatan. Penguasaan blok Marsela untuk kemudian refinery di lakukan di darat, yang memungkinkan Indonesia dapat membangun pangkalan perang di pulau itu. Dan ini semakin sulit bagi Amerika untuk menjangkau Papua bila terjadi perang laut. Dan bagaimana keteguhan Jokowi merubah nama laut China Selatan dengan laut Natuna serta mendikte China untuk tidak lagi mengambil raw material dari Indonesia tapi harus kerja sama B to B belum lagi strategi pasokan yang membuat Singapura mau tidak mau bertekuk lutut untuk mengembalikan capital flight dari para koruptor masa lalu ke Indonesia dan banyak lagi tentunya kita tidak mau berspekulasi dengan orang yang baru jika ada putra terbaik bangsa ini masih mampu membawa Indonesia menjadi negara yang lebih maju. Karena amandemen konstitusi jarang terjadi dalam politik Indonesia – yang terakhir diadopsi sejak tahun 2002 – diharapkan pihak-pihak yang berinvestasi dalam penghapusan batas masa jabatan presiden akan menggunakan momentum untuk bertindak sekarang.
Sudah ada kelompok penekan yang dikenal sebagai Jokpro 2024 yang mendukung amandemen yang memungkinkan Jokowi untuk mencalonkan diri lagi setelah masa jabatannya saat ini. M. Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, yang bertindak sebagai konsultan Jokpro, berpendapat bahwa karena 80 persen kursi di parlemen milik partai koalisi pemerintah, minimal sepertiga dapat dicapai. Pada 2019, ketika amandemen yang diusulkan MPR pertama kali diketahui, debat publik pun terjadi. Dengan gaya khas Indonesia yang mencela diri sendiri, Jokowi mengarungi dan secara terbuka menolak gagasan itu, menuduh orang-orang yang mengaku mendukung tindakan seperti itu ingin “menampar wajahnya”. Petugas pemilihan di tempat pemungutan suara di Sumatera Barat pada 17 April 2019 selama pemilihan umum terakhir di Indonesia di mana Presiden Joko Widodo memenangkan masa jabatan lima tahun kedua (Pariamankota.go.id/Wikimedia)
Tetapi, seperti yang telah dikonfirmasi oleh sejarah, tidak selalu yang terbaik untuk menerima pernyataan presiden begitu saja. Pada tahun yang sama, Jokowi juga mengatakan kepada media bahwa anak-anaknya tidak memiliki kecenderungan terhadap politik, namun setahun kemudian putra sulung dan menantunya berkompetisi dalam pemilihan walikota di Solo dan Medan. Pendukungnya tidak hanya membela putranya ini dengan mengatakan bahwa setiap warga negara berhak mencalonkan diri untuk jabatan politik. Salah satu pendahulunya, Suharto, sering secara terbuka menyatakan keinginannya untuk pensiun setiap kali akhir masa jabatan presiden semakin dekat, selalu mendorong para pendukung dan penjilat untuk memohon agar dia bertahan untuk masa jabatan lain “demi kepentingan bangsa”.
Suharto kemudian akan menerima tuntutan rakyat dengan sungguh-sungguh. Dia akhirnya memerintah Indonesia selama 32 tahun, itulah sebabnya konstitusi kemudian diubah untuk membatasi masa jabatan presiden menjadi dua periode.Dalam kasus Jokowi, pandemi Covid-19 juga telah mengubah keadaan masa jabatannya yang kedua dan mungkin yang terakhir. Presiden jelas ingin dikenang karena pembangunan infrastruktur yang monumental, ibu kota baru yang gemerlap di Kalimantan Timur, dan ekonomi yang berkembang pesat. Dia tidak diragukan lagi adalah seorang presiden yang terobsesi untuk meninggalkan warisan besar. Jokowi Harus didorong untuk 3 Periode Jokowi harus meyakinkan para pemimpin partai dalam koalisinya bahwa dia masih menjadi pilihan terbaik mereka di tahun 2024. Pada 2018, ia menulis daftar tujuan nasional yang ingin dicapai pada 2085, termasuk Indonesia menjadi negara paling berpengaruh di Asia-Pasifik.
Dia memasukkan daftarnya ke dalam kapsul waktu. Jokowi jelas melihat dirinya sebagai presiden untuk meletakkan dasar agar tujuan-tujuan ini terjadi. Semua ini sekarang dalam bahaya. Pandemi dan efek setelahnya diperkirakan akan berlangsung setidaknya beberapa tahun. Jika Jokowi meninggalkan kantor pada 2024, Indonesia mungkin baru saja mulai pulih dari krisis saat ini. Kemungkinan besar, tahun itu tidak akan menjadi titik tinggi untuk mundur sebagai presiden. Jajak pendapat publik yang dilakukan awal tahun ini menghasilkan hasil yang beragam tentang pertanyaan tentang perpanjangan masa jabatan presiden. Sementara 74 persen responden menyetujui batas dua masa jabatan saat ini, ketika dihadapkan pada kemungkinan Jokowi mencalonkan diri lagi pada tahun 2024, dukungan untuk status quo turun menjadi 52,9 persen. Jokowi harus meyakinkan para pemimpin partai dalam koalisinya bahwa dia masih menjadi pilihan terbaik mereka di tahun 2024. Ini tidak akan mudah.
Terserah partai koalisi melalui perwakilan mereka di parlemen untuk mendorong amandemen yang bisa memberi Jokowi masa jabatan ketiga. 12 bulan ke depan akan sangat penting untuk kampanye seperti itu karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) negara itu dijadwalkan untuk memulai persiapan untuk pemilihan berikutnya pada akhir 2022. Semoga Para wakil rakyat di Parlemenpun bisa melihat permasalahan secara obyektif demi Indonesia yang lebih baik .Jangan berspekulasi untuk Indonesia yang lebih baik .Salam Kedaulatan Rakyat,
Sumber : Status Facebook Tito Gatsu